Senin, 06 Mei 2013

Sahabat SMP "Mulai Mengenal ROHIS Disini" :')

Part 2 (SMP Negeri 8 Jakarta)

Pada hari pengajuan surat pindah sekolah, itu adalah hari libur... Tentu saja teman-temanku tidak ada(dirumah mereka masing-masing), aku ingin sekali berpamitan, hmm...
 
Tapi, paman aku sangat sibuk dan keberangkatanku ke Jakarta pun memang harus dipercepat, untuk mengurus kelanjutan prosedur perpindahan sekolahku. Semua prosedur perpindahan sekolahku dari Bandung ke Jakarta dijalankan oleh pamanku(suami dari adik Babahku), sebagai waliku.
 

Selanjutnya(di Jakarta), giliran Babahku lah yang berjuang untuk mendapatkan sekolah baruku di Jakarta... Jakarta yang penuh persaingan katanya, dan memang benar sekolah dikawasan Jakarta Pusat yang dekat dengan tempat tinggal keluargaku itu.. tidak mudah untuk mendapatkan sekolah Negeri(karena hal ini itu sulitnya).

Pertama kali saya daftar kesekolah yang paling dekat dengan tempat tinggal yaitu SMP Negeri 280 Jakarta, akan tetapi berkendala di biaya administrasi untuk siswa pindahan-_-"

 
Setelah itu mendapatkan rekomendasi dari teman Babah untuk mendaftar ke SMP Negeri 18 Jakarta... disekolah ini tidak memungut biaya sepeserpun *kok bisa beda ya?-_-"* Tapi... ada kendala juga yang muncul, bahwa disekolah ini sudah banyak siswa pindahan yang mengajukan pendaftaran(ketinggalan start*persaingan itu disini*), dan aku disarankan agar mendaftar kesekolah lain jika tidak ingin lama menunggu, jika ada yang membatalkan pindah barulah surat pendaftaran siswa pindahan bisa diajukan(ternyata rumit juga-_-").

 
Pindah sekolah untuk yang kedua kalinya, sewaktu SD pun sama(naik ke kelas 2 sewaktu di Cianjur, harus pindah Bandung. Padahal lagi solid-solidnya sama temen kelas-_-"). Okay, tak apa... inilah jalan Allah yang terbaik buatku J

 
Singkat cerita, aku telah diterima di SMP Negeri 8 Jakarta. Yang katanya sekolah ini adalah sekolah para artis, sebut saja salah satunya Ulfa Damayanti merupakan alumni sekolah ini, dan masih banyak lagi alumni lainnya yang berprofesi sebagai entertaint.

 
Pertama masuk sekolah ini, ada perasaan senang dan bangga. Tapi.. ada rasa khawatir pula, karena orang bilang bahwa “Anak Jakarta itu nakal-nakal”.

 
Pernyataan itu terbukti dengan adanya seorang anak laki-laki yang tidak aku kenal, dia bukan teman kelasku. Dan saat itu memang aku belum mengenal siapa-siapa  pada minggu pertama sekolah di SMP Negeri 8 Jakarta ini, semuanya terasa asing di mataku.

 
Kejadian itu terjadi ketika pulang sekolah, ketika aku berada dilorong lantai dua sekolahku, suasana disana ramai dengan siswa lainnya yang baru saja keluar kelas, dalam suasana ramai itu anak laki-laki tadi menarik hijab (jilbab) aku dan hendak melepasnya, saat itu juga cepat-cepat saja aku mempertahankan hijabku agar tidak lepas, dan dengan cepat pula melihat siapa yang melakukan hal itu, tapi dia segera kabur dan bersembunyi di salah satu ruang kelas. Sebal sekali aku padanya, sementara siswa lainnya yang berada dibelakangku ketakutan dengan tatapan sinisku, mungkin mereka takut aku mengira bahwa mereka pelakunya, dan mereka segera memberitahukan bahwa si anak laki-laki tadilah yang melakukannya, dan dia bersembunyi di ruang kelas VIII-2. Tanpa mereka beritahu pun aku sudah mengetahuinya, ingin sekali rasanya cepat-cepat memarahi anak laki-laki nakal tadi. Tapi, dari tadi aku sudah menahan diri untuk menangis. Ingin sekali aku menangis ditempat itu seketika, tapi aku malu karena banyak siswa yang berlalu lalang. Baru beberapa hari sekolah, tapi sudah membuat kesal saja salah satu orang didalamnya, pikirku.

 
Dari pada aku menangis ditempat itu lebih baik aku bergegas pulang, aku pikir apa gunanya, hal itu akan menimbulkan orang lain beranggapan kalau aku cengeng sekali. Tapi, siapa juga orang yang tidak ingin menangis apabila diperlakukan seperti itu, ditambah lagi aku kan siswa baru, seharusnya mereka berbaik hati kepadaku. Sudahlah, besok akan kubereskan anak laki-laki yang menyebalkan itu. Sambil berjalan menuju depan sekolah dengan kondisi emosiku yang kacau saat itu, sesaat itu juga sudah penuh air di pelupuk mataku. Gawat ini, aku sudah tidak dapat membendungnya. Jika babahku sudah datang menjemputku didepan gerbang sekolah sana, dan mendapati anak perempuan satu-satunya ini menagis, pasti akan banyak sekali pertanyaan yang beliau lontarkan, yang pada akhirnya jika ia tahu ada anak laki-laki yang nakal tadi, pastilah beliau tidak akan tinggal diam. Aku tahu sekali bagaimana sifat babahku, bias-bisa emosinya meledak-ledak.

 
Dan aku sudah memutuskan, bahwa aku tidak akan mengadukan hal i ini, aku akan membereskannya sendiri. Tunggu saja besok, aku akan mengoceh didepan anak laki-laki nakal tadi. Aku hampir sampai kedepan gerbang sekolah, dengan wajah menunduk, terus saja aku menghapus air mataku, dan memperbaiki keadaan hatiku yang kacau, yang sama kacaunya dengan kondisi hijabku yang tidak rapi ini (segera saja aku rapikan).

 
Singkat cerita, aku sudah berada di rumah, semua baik-baik saja orangtuaku tidak mencurigai keadaan raut wajahku yang tidak ceria seperti biasa, dan kenyataannya memang sekarang aku tidak ceria, segera saja aku bergegas ke kamar dan menangis sepuasnya disana. Lama-lama menangis akhirnya lega juga, sampai-sampai aku tertidur pulas setelahnya. Untung saja tidak ketahuan…

 
Keesokan harinya, ketika bell pulang sekolah berbunyi aku langsung mencari anak laki-laki kemarin yang menjahiliku. Ternyata kelasnya bersebelahan dengan kelasku dia merupakan siswa kelas VIII-2 dan aku kelas VIII-3. Saat itu, aku memang tergolong anak perempuan yang pemalu, tapi dibalik itu semua aku adalah anak perempuan yang cukup pemberani, bahkan orang lain tidak akan mengira aku bias melakukan hal ini. Pada saat itu, aku datang kekelas anak laki-laki nakal itu. Dikelasnya masih ada beberapa orang siswa yang masih mengobrol, dan dia pun masih berada dikelasnya. Pertama-tama aku mengucapkan salam “Assalamu’alaikum” ucapku. “Wa’alaikumsalam” jawab penghuni kelas itu. Yang berawal hanya didepan pintu kelas itu, segera saja aku melangkahkan kaki kedepan kelas itu, sambil diperhatikan seisi kelas aku mengawali pembicaraan yang ditujukan kepada anak laki-laki nakal yang menjahiliku kemarin, dan itu merupakan kejahilan yang keterlaluan. Karena aku tidak mengetahui namanya, aku panggil saja dengan sebutan kamu, saat itu aku tidak berniat menghampirinya dan mendaratkan kepalan tangan diperut atau diwajahnya, atau menginjak kakinya.. ataupun menendang betisnya. Tidak.. tentu saja tidak seperti itu, aku hanya mengoceh saja yang pada intinya aku berkata jangan main-main denganku, jangan main-main dengan seorang gadis berhijab. Anak laki-laki itu hanya terdiam, dan pada pertanyaan awal pun dia mengelak, dia tidak jujur, tidak mengakui kalau dia yang menarik hijab (jilbab)ku.

Padahal teman-teman kelasnya mengetahui bahwa ia pelakunya dan mengatakan bahwa “Oh iya, iya tuh elo kan yang kemarin narik kerudungnya”, tapi anak laki-laki itu hanya menjawab “Bukan gue, orang lain kali”. Hmm.. tambah menyebalkan sekali anak laki-laki ini. Tapi, dari gelagatnya pun sudah ketahuan kalau dia malu terhadapku dan mungkin juga merasa bersalah. Tapi tetap saja, dia tidak minta maaf. Yasudahlah pikirku, aku sudah menyampaikan maksudku dan memberitahukan kepadanya agar tidak mengulangi kenakalannya itu.

 
Dan pada akhirnya, pada hari-hari berikutnya, jika anak laki-laki itu berpapasan denganku dia seperti malu-malu dan hanya menunduk atau menghindar. Pada minggu-minggu berikutnya dan seterusnya dia hanya senyum-senyum saja, yang aku tidak mengerti apa maksudnya. Yang aku lakukan hanya menghiraukannya saja, selama dia tidak nakal lagi terhadapku aku tidak akan melakukan apa-apa. Teman-teman baruku, sekarang ini aku sudah mulai mempunyai teman akrab, dan sahabat. Mereka mengatakan kepadaku, bahwa anak laki-laki yang menjahiliku itu ingin mendapatkan perhatiann, dia sepertinya menyukaimu. “Apa? Suka?” ucapku, sepertinya iya juga karena akhir-akhir ini dia senyum-senyum tidak jelas terhadapku.

Tapi aku tidak menyukainya, karena sekarang aku sedang menyukai kakak kelas yang pandai main basket, baik hati, dan tampan itu. “Siapa? Hah.. Akasya maksudmu?” Tanya salah satu temanku. “Iya” jawabku. “Wah gak beres nih anak” kata salah satu temanku. “Loh, kenapa?” kataku. “Kak Akasya kan playboy, you know?” kata salah satu temanku lagi. “Apa? Hmm, biarlah.. tapi sayang sekali kalau begitu. Lagi pula aku hanya menyukainya. Memang kalian kira ini apa? Apa mungkin kalian kira aku ingin menjadi pacarnya? Tidaklah, aku kan tidak ingin berpacaran dulu saat ini. Aku akan mempunyai seorang pacar ketika usiaku sudah menginjak 17 tahun. Kalian ini ada-ada saja, pelajaran Aljabar saja sudah membuatku pusing, apalagi ditambah dengan pacaran yang katanya makan hati.” Ucapku. “Iya juga ya” ucap teman-temanku.

 
Saat itu pemikiranku memang masih kekanak-kanakan sekali. Ketika melihat kakak sepupuku mempunyai seorang pacar, yang katanya anak baik-baik, lebih dari teman yang baik, bisa menjadi rekan terbaik.. aku jadi ingin mempunyai pacar juga, tapi nanti.. jika usiaku sudah menginjak 17 tahun, aku berharap ada seorang pangeran tampan nan baik hati yang menjemputku dengan kuda besi berwarna putih (memang seperti cerita dongeng) tapi.. itulah yang aku inginkan. Nah.. ini nih *kekanak-kanakan*
Usiaku menginjak angka 14 saat itu…


 
Disekolah ini (sekolah ini sepertinya berjodoh denganku) tentu saja, setiap harinya aku mulai mencintai sekolah ini dengan adanya ekstrakulikuler ROHIS-nya yang mempertemukanku dengan sahabat-sahabat yang begitu baik, dan memberikan pembelajaran hidup yang bermakna dengan ukhuwah Islamiyah, subhanallah…

 
Aku sangat merindukan masa-masa itu. Disini pula aku bertemu dengan guru-guru yang luar biasa. Pak Rifa’i yang diibaratkan bapak aku disekolah, dari awal perpindahan sekolahku, dia adalah yang berbaik hati dalam mendukung prestasi akademikku, meskipun aku murid baru dari daerah dia percaya bahwa aku dapat berprestasi disini, Alhamdulillah aku dapat meraih peringkat di kelas (meskipun hanya peringkat 3, 4 atau 5 selama disini), yang sebelumnya aku tidak percaya aku dapat meraihnya, dengan menghadapi kenyataan bahwa teman-teman sekolahku di Jakarta ini sangatlah cerdas. Pak Rifa’I selalu memotivasiku, selain beliau ada juga Ibu Agustina yang selalu memotivasiku..

 
Dan ada pula..  pak Fahim dan pak Yamin, mereka guru agama Islam di sekolahku.. mereka dua guru yang yang diibaratkan bapak dan kakeknya anak ROHIS disekolahku (mereka Pembina ROHIS), yang selalu membimbing dengan cara kebapakan yang kami(anak ROHIS) sukai, maka solidlah kami.

Aku senang sekali termasuk kedalam anggota ROHIS sekolahku ini, meskipun aku baru bergabung dan aktif ketika di akhir kelas VIII, dan belum mengerti ataupun sekedar tahu ROHIS itu apa.. disini adalah awal aku mengenal ROHIS (Rohani Islam), karena disekolahku dulu(di Bandung) tidak ada ekstrakulikuler ROHIS, dikarenakan siswa sekolahku dulu 100% beragama Islam, jadi.. kegiatan keagamaan itu intensip dan wajib untuk seluruh siswa.

 
Disinilah aku mulai mengenal ROHIS, disinilah aku mulai mengenal ukhuwah Islamiyah yang nyata, dengan para akhwat ROHIS, yaitu Angelia Suhardini dan Firli Tiasdina (mereka juga menjadi sahabatku di SMK, dan.. hingga saat ini), mulai mengenal kak Nissa, kak Anggun dan kak Lismiana, dan juga ikhwannya.. yaitu Bowo (dia diibaratkan abang bagiku dan juga bagi kami anak ROHIS), Pasha (ia merupakan juru bicara dari ketua ROHIS), ketua ROHISnya yaitu Fikri, dan anggota ROHIS lainnya J

 
Aku memang keluarga baru mereka, tapi mereka menyambutku dengan sangat baik, dan menjadikanku termasuk keluarga ROHIS SMP Negeri 8 Jakarta. Hal ini.. merupakan sesuatu hal yang membanggakan untukku.. berada diantara mereka, menimba ilmu agama setiap harinya, dan meraih pengalaman-pengalaman luar biasa. Terima kasih saudaraku, saudara seiman yang sangat luar biasa ^_^     

 
Di ROHIS ini pun aku sangat belajar banyak, belajar bagaimana menjadi seorang Muslim yang baik, remaja yang baik ditengah-tengah pergaulan anak Jakarta yang mayoritas “bebas” katanya…

 
Aku merasa ada benteng kokoh yang menjagaku dari pergaulan bebas itu semua, dengan banyaknya pembelajaran yang aku ambil dari ROHIS.

 
Ketikaku gabung di ROHISpun aku diibaratkan menjadi aku yang baru.. yang dulunya anak perempuan yang cukup tomboy, yang sering ikut-ikutan main perang-peranganlah, memanjat pohonlah, main ke ladang, ke sawah, menyusuri sungai dan mencari kerang, ikut-ikutan mancing, berenang di kolam ikan, bermain di tepi jurang dan berteriak-teriak, karena suka dengan gema yang dihasilkannya, dan karena suka bermain di saungnya, mandi di air terjun meskipun dilarang, dan diam-diam pergi ke hutan yang berada di belakang rumah sepupuku.. karena penasaran dengan adanya pohon beringin raksasa, meskipun hanya melihat dari kejauhan, pohon itu memang benar-benar pohon raksasa, dan mencoba permainan-permainan yang dilakukan oleh anak laki-laki lainnya, tapi.. tentu saja permainan anak perempuannya pun tidak ketinggalan. Semuanya menyenangkan, dan sangat kurindukan.

 
Aku.. seperti menjadi aku yang baru ini, mungkin karena faktor tempat salah satunya.. di Jakarta ini semua suasana dan tempatnya tentu saja baru buatku, tapi itu semua malah membuatku ingin menyusuri semua yang baru itu, aku ingin sekali keliling Jakarta, tak apa meskipun seorang diri…

 
Tapi, sangat dibatasi oleh orangtuaku, tentu aku sangat mengerti sekali, mereka sangat menyayangiku. Mereka khawatir dengan kriminalitas yang sering terjadi di kota metropolitan ini, dan aku anak perempuan, anak perempuan mereka satu-satunya, yang mereka berpikir.. bahwa aku sangatlah masih polos, karena dulunya aku seorang anak perempuan yang tinggal didaerah, disebuah desa. Aku mengerti…

 
Dan sekarang aku tumbuh menjadi perempuan yang benar-benar seorang anak perempuan, pendiam kata sebagian besar teman-temanku, tidak seperti dulu yang pecicilan(istilahnya).

 
Tapi tetap saja aku ingin melanjutkan misiku.. yaitu berpetualan. Aku sudah memutuskan, petualanganku ini tentunya bukan ke ladang, sawah, hutan, atau sungai, tapi petualanganku itu lebih bermanfat tentunya..  yaitu mengunjungi museum-museum, mesjid-mesjid bersejarah, dan perpustakaan-perpustakaan di DKI Jakarta ini, semoga terrealisasikan, aamiin…

 
Aku harus mendewasakan diri setiap harinya, sekarang bukan saatnya menuruti insting seorang petualang, tapi.. segala sesuatunya harus dipikirkan matang-matang, petualangan kali ini haruslah yang bermanfaat dan baik untukku, dan tentunya menambah pengalaman berharga dan ilmu yang bermanfaat. Ilmu bermanfaat yang kelak akan ku bawa hingga ke akhirat, aamiin Ya Rabb ^_^