Part 2 (SMP Negeri 8 Jakarta)
Pada hari pengajuan surat pindah sekolah, itu adalah
hari libur... Tentu saja teman-temanku tidak ada(dirumah mereka
masing-masing), aku ingin sekali berpamitan, hmm...
Tapi, paman aku sangat sibuk dan keberangkatanku ke
Jakarta pun memang harus dipercepat, untuk mengurus kelanjutan prosedur
perpindahan sekolahku. Semua prosedur perpindahan sekolahku dari Bandung ke
Jakarta dijalankan oleh pamanku(suami dari adik Babahku), sebagai waliku.
Selanjutnya(di Jakarta), giliran Babahku lah yang
berjuang untuk mendapatkan sekolah baruku di Jakarta... Jakarta yang penuh
persaingan katanya, dan memang benar sekolah dikawasan Jakarta Pusat yang dekat
dengan tempat tinggal keluargaku itu.. tidak mudah untuk mendapatkan sekolah
Negeri(karena hal ini itu sulitnya).
Pertama kali saya daftar kesekolah yang paling dekat
dengan tempat tinggal yaitu SMP Negeri 280 Jakarta, akan tetapi berkendala di
biaya administrasi untuk siswa pindahan-_-"
Setelah itu mendapatkan rekomendasi dari teman Babah
untuk mendaftar ke SMP Negeri 18 Jakarta... disekolah ini tidak memungut biaya
sepeserpun *kok bisa beda ya?-_-"* Tapi... ada kendala juga yang muncul,
bahwa disekolah ini sudah banyak siswa pindahan yang mengajukan
pendaftaran(ketinggalan start*persaingan itu disini*), dan aku disarankan agar
mendaftar kesekolah lain jika tidak ingin lama menunggu, jika ada yang
membatalkan pindah barulah surat pendaftaran siswa pindahan bisa
diajukan(ternyata rumit juga-_-").
Pindah sekolah untuk yang kedua kalinya, sewaktu SD
pun sama(naik ke kelas 2 sewaktu di Cianjur, harus pindah Bandung. Padahal lagi
solid-solidnya sama temen kelas-_-"). Okay, tak apa... inilah jalan Allah
yang terbaik buatku J
Singkat cerita, aku telah
diterima di SMP Negeri 8 Jakarta. Yang katanya sekolah ini adalah sekolah para
artis, sebut saja salah satunya Ulfa Damayanti merupakan alumni sekolah ini,
dan masih banyak lagi alumni lainnya yang berprofesi sebagai entertaint.
Pertama masuk sekolah
ini, ada perasaan senang dan bangga. Tapi.. ada rasa khawatir pula, karena
orang bilang bahwa “Anak Jakarta itu nakal-nakal”.
Pernyataan itu terbukti
dengan adanya seorang anak laki-laki yang tidak aku kenal, dia bukan teman
kelasku. Dan saat itu memang aku belum mengenal siapa-siapa pada minggu pertama sekolah di SMP Negeri 8
Jakarta ini, semuanya terasa asing di mataku.
Kejadian itu terjadi
ketika pulang sekolah, ketika aku berada dilorong lantai dua sekolahku, suasana
disana ramai dengan siswa lainnya yang baru saja keluar kelas, dalam suasana
ramai itu anak laki-laki tadi menarik hijab (jilbab) aku dan hendak melepasnya,
saat itu juga cepat-cepat saja aku mempertahankan hijabku agar tidak lepas, dan
dengan cepat pula melihat siapa yang melakukan hal itu, tapi dia segera kabur
dan bersembunyi di salah satu ruang kelas. Sebal sekali aku padanya, sementara
siswa lainnya yang berada dibelakangku ketakutan dengan tatapan sinisku,
mungkin mereka takut aku mengira bahwa mereka pelakunya, dan mereka segera
memberitahukan bahwa si anak laki-laki tadilah yang melakukannya, dan dia
bersembunyi di ruang kelas VIII-2. Tanpa mereka beritahu pun aku sudah
mengetahuinya, ingin sekali rasanya cepat-cepat memarahi anak laki-laki nakal
tadi. Tapi, dari tadi aku sudah menahan diri untuk menangis. Ingin sekali aku
menangis ditempat itu seketika, tapi aku malu karena banyak siswa yang berlalu
lalang. Baru beberapa hari sekolah, tapi sudah membuat kesal saja salah satu
orang didalamnya, pikirku.
Dari pada aku menangis ditempat
itu lebih baik aku bergegas pulang, aku pikir apa gunanya, hal itu akan
menimbulkan orang lain beranggapan kalau aku cengeng sekali. Tapi, siapa juga
orang yang tidak ingin menangis apabila diperlakukan seperti itu, ditambah lagi
aku kan siswa baru, seharusnya mereka berbaik hati kepadaku. Sudahlah, besok
akan kubereskan anak laki-laki yang menyebalkan itu. Sambil berjalan menuju
depan sekolah dengan kondisi emosiku yang kacau saat itu, sesaat itu juga sudah
penuh air di pelupuk mataku. Gawat ini, aku sudah tidak dapat membendungnya.
Jika babahku sudah datang menjemputku didepan gerbang sekolah sana, dan
mendapati anak perempuan satu-satunya ini menagis, pasti akan banyak sekali
pertanyaan yang beliau lontarkan, yang pada akhirnya jika ia tahu ada anak
laki-laki yang nakal tadi, pastilah beliau tidak akan tinggal diam. Aku tahu
sekali bagaimana sifat babahku, bias-bisa emosinya meledak-ledak.
Dan aku sudah memutuskan,
bahwa aku tidak akan mengadukan hal i ini, aku akan membereskannya sendiri.
Tunggu saja besok, aku akan mengoceh didepan anak laki-laki nakal tadi. Aku
hampir sampai kedepan gerbang sekolah, dengan wajah menunduk, terus saja aku
menghapus air mataku, dan memperbaiki keadaan hatiku yang kacau, yang sama
kacaunya dengan kondisi hijabku yang tidak rapi ini (segera saja aku rapikan).
Singkat cerita, aku sudah
berada di rumah, semua baik-baik saja orangtuaku tidak mencurigai keadaan raut
wajahku yang tidak ceria seperti biasa, dan kenyataannya memang sekarang aku
tidak ceria, segera saja aku bergegas ke kamar dan menangis sepuasnya disana.
Lama-lama menangis akhirnya lega juga, sampai-sampai aku tertidur pulas
setelahnya. Untung saja tidak ketahuan…
Keesokan harinya, ketika
bell pulang sekolah berbunyi aku langsung mencari anak laki-laki kemarin yang
menjahiliku. Ternyata kelasnya bersebelahan dengan kelasku dia merupakan siswa
kelas VIII-2 dan aku kelas VIII-3. Saat itu, aku memang tergolong anak
perempuan yang pemalu, tapi dibalik itu semua aku adalah anak perempuan yang
cukup pemberani, bahkan orang lain tidak akan mengira aku bias melakukan hal
ini. Pada saat itu, aku datang kekelas anak laki-laki nakal itu. Dikelasnya
masih ada beberapa orang siswa yang masih mengobrol, dan dia pun masih berada
dikelasnya. Pertama-tama aku mengucapkan salam “Assalamu’alaikum” ucapku.
“Wa’alaikumsalam” jawab penghuni kelas itu. Yang berawal hanya didepan pintu
kelas itu, segera saja aku melangkahkan kaki kedepan kelas itu, sambil
diperhatikan seisi kelas aku mengawali pembicaraan yang ditujukan kepada anak laki-laki
nakal yang menjahiliku kemarin, dan itu merupakan kejahilan yang keterlaluan.
Karena aku tidak mengetahui namanya, aku panggil saja dengan sebutan kamu, saat
itu aku tidak berniat menghampirinya dan mendaratkan kepalan tangan diperut
atau diwajahnya, atau menginjak kakinya.. ataupun menendang betisnya. Tidak..
tentu saja tidak seperti itu, aku hanya mengoceh saja yang pada intinya aku
berkata jangan main-main denganku, jangan main-main dengan seorang gadis
berhijab. Anak laki-laki itu hanya terdiam, dan pada pertanyaan awal pun dia
mengelak, dia tidak jujur, tidak mengakui kalau dia yang menarik hijab
(jilbab)ku.
Padahal teman-teman kelasnya mengetahui bahwa ia pelakunya dan
mengatakan bahwa “Oh iya, iya tuh elo kan yang kemarin narik kerudungnya”, tapi
anak laki-laki itu hanya menjawab “Bukan gue, orang lain kali”. Hmm.. tambah
menyebalkan sekali anak laki-laki ini. Tapi, dari gelagatnya pun sudah ketahuan
kalau dia malu terhadapku dan mungkin juga merasa bersalah. Tapi tetap saja,
dia tidak minta maaf. Yasudahlah pikirku, aku sudah menyampaikan maksudku dan
memberitahukan kepadanya agar tidak mengulangi kenakalannya itu.
Dan pada akhirnya, pada
hari-hari berikutnya, jika anak laki-laki itu berpapasan denganku dia seperti
malu-malu dan hanya menunduk atau menghindar. Pada minggu-minggu berikutnya dan
seterusnya dia hanya senyum-senyum saja, yang aku tidak mengerti apa maksudnya.
Yang aku lakukan hanya menghiraukannya saja, selama dia tidak nakal lagi
terhadapku aku tidak akan melakukan apa-apa. Teman-teman baruku, sekarang ini
aku sudah mulai mempunyai teman akrab, dan sahabat. Mereka mengatakan kepadaku,
bahwa anak laki-laki yang menjahiliku itu ingin mendapatkan perhatiann, dia
sepertinya menyukaimu. “Apa? Suka?” ucapku, sepertinya iya juga karena akhir-akhir
ini dia senyum-senyum tidak jelas terhadapku.
Tapi aku tidak menyukainya,
karena sekarang aku sedang menyukai kakak kelas yang pandai main basket, baik
hati, dan tampan itu. “Siapa? Hah.. Akasya maksudmu?” Tanya salah satu temanku.
“Iya” jawabku. “Wah gak beres nih anak” kata salah satu temanku. “Loh, kenapa?”
kataku. “Kak Akasya kan playboy, you know?” kata salah satu temanku lagi. “Apa?
Hmm, biarlah.. tapi sayang sekali kalau begitu. Lagi pula aku hanya
menyukainya. Memang kalian kira ini apa? Apa mungkin kalian kira aku ingin
menjadi pacarnya? Tidaklah, aku kan tidak ingin berpacaran dulu saat ini. Aku
akan mempunyai seorang pacar ketika usiaku sudah menginjak 17 tahun. Kalian ini
ada-ada saja, pelajaran Aljabar saja sudah membuatku pusing, apalagi ditambah
dengan pacaran yang katanya makan hati.” Ucapku. “Iya juga ya” ucap
teman-temanku.
Saat itu pemikiranku memang masih kekanak-kanakan
sekali. Ketika melihat kakak sepupuku mempunyai seorang pacar, yang katanya
anak baik-baik, lebih dari teman yang baik, bisa menjadi rekan terbaik.. aku
jadi ingin mempunyai pacar juga, tapi nanti.. jika usiaku sudah menginjak 17
tahun, aku berharap ada seorang pangeran tampan nan baik hati yang menjemputku
dengan kuda besi berwarna putih (memang seperti cerita dongeng) tapi.. itulah
yang aku inginkan. Nah.. ini nih *kekanak-kanakan*
Usiaku menginjak angka 14 saat itu…
Disekolah ini (sekolah ini sepertinya berjodoh
denganku) tentu saja, setiap harinya aku mulai mencintai sekolah ini dengan
adanya ekstrakulikuler ROHIS-nya yang mempertemukanku dengan sahabat-sahabat
yang begitu baik, dan memberikan pembelajaran hidup yang bermakna dengan
ukhuwah Islamiyah, subhanallah…
Aku sangat merindukan masa-masa itu. Disini pula aku
bertemu dengan guru-guru yang luar biasa. Pak Rifa’i yang diibaratkan bapak aku
disekolah, dari awal perpindahan sekolahku, dia adalah yang berbaik hati dalam
mendukung prestasi akademikku, meskipun aku murid baru dari daerah dia percaya
bahwa aku dapat berprestasi disini, Alhamdulillah aku dapat meraih peringkat di
kelas (meskipun hanya peringkat 3, 4 atau 5 selama disini), yang sebelumnya aku
tidak percaya aku dapat meraihnya, dengan menghadapi kenyataan bahwa
teman-teman sekolahku di Jakarta ini sangatlah cerdas. Pak Rifa’I selalu
memotivasiku, selain beliau ada juga Ibu Agustina yang selalu memotivasiku..
Dan ada pula..
pak Fahim dan pak Yamin, mereka guru agama Islam di sekolahku.. mereka
dua guru yang yang diibaratkan bapak dan kakeknya anak ROHIS disekolahku
(mereka Pembina ROHIS), yang selalu membimbing dengan cara kebapakan yang
kami(anak ROHIS) sukai, maka solidlah kami.
Aku senang sekali termasuk kedalam anggota ROHIS
sekolahku ini, meskipun aku baru bergabung dan aktif ketika di akhir kelas VIII,
dan belum mengerti ataupun sekedar tahu ROHIS itu apa.. disini adalah awal aku
mengenal ROHIS (Rohani Islam), karena disekolahku dulu(di Bandung) tidak ada
ekstrakulikuler ROHIS, dikarenakan siswa sekolahku dulu 100% beragama Islam,
jadi.. kegiatan keagamaan itu intensip dan wajib untuk seluruh siswa.
Disinilah aku mulai mengenal ROHIS, disinilah aku
mulai mengenal ukhuwah Islamiyah yang nyata, dengan para akhwat ROHIS, yaitu Angelia
Suhardini dan Firli Tiasdina (mereka juga menjadi sahabatku di SMK, dan..
hingga saat ini), mulai mengenal kak Nissa, kak Anggun dan kak Lismiana, dan
juga ikhwannya.. yaitu Bowo (dia diibaratkan abang bagiku dan juga bagi kami
anak ROHIS), Pasha (ia merupakan juru bicara dari ketua ROHIS), ketua ROHISnya
yaitu Fikri, dan anggota ROHIS lainnya J
Aku memang keluarga baru mereka, tapi mereka menyambutku
dengan sangat baik, dan menjadikanku termasuk keluarga ROHIS SMP Negeri 8
Jakarta. Hal ini.. merupakan sesuatu hal yang membanggakan untukku.. berada
diantara mereka, menimba ilmu agama setiap harinya, dan meraih
pengalaman-pengalaman luar biasa. Terima kasih saudaraku, saudara seiman yang
sangat luar biasa ^_^
Di ROHIS ini pun aku sangat belajar banyak, belajar
bagaimana menjadi seorang Muslim yang baik, remaja yang baik ditengah-tengah
pergaulan anak Jakarta yang mayoritas “bebas” katanya…
Aku merasa ada benteng kokoh yang menjagaku dari
pergaulan bebas itu semua, dengan banyaknya pembelajaran yang aku ambil dari
ROHIS.
Ketikaku gabung di ROHISpun aku diibaratkan menjadi
aku yang baru.. yang dulunya anak perempuan yang cukup tomboy, yang sering
ikut-ikutan main perang-peranganlah, memanjat pohonlah, main ke ladang, ke
sawah, menyusuri sungai dan mencari kerang, ikut-ikutan mancing, berenang di
kolam ikan, bermain di tepi jurang dan berteriak-teriak, karena suka dengan
gema yang dihasilkannya, dan karena suka bermain di saungnya, mandi di air
terjun meskipun dilarang, dan diam-diam pergi ke hutan yang berada di belakang
rumah sepupuku.. karena penasaran dengan adanya pohon beringin raksasa,
meskipun hanya melihat dari kejauhan, pohon itu memang benar-benar pohon
raksasa, dan mencoba permainan-permainan yang dilakukan oleh anak laki-laki
lainnya, tapi.. tentu saja permainan anak perempuannya pun tidak ketinggalan.
Semuanya menyenangkan, dan sangat kurindukan.
Aku.. seperti menjadi aku yang baru ini, mungkin
karena faktor tempat salah satunya.. di Jakarta ini semua suasana dan tempatnya
tentu saja baru buatku, tapi itu semua malah membuatku ingin menyusuri semua
yang baru itu, aku ingin sekali keliling Jakarta, tak apa meskipun seorang
diri…
Tapi, sangat dibatasi oleh orangtuaku, tentu aku
sangat mengerti sekali, mereka sangat menyayangiku. Mereka khawatir dengan
kriminalitas yang sering terjadi di kota metropolitan ini, dan aku anak
perempuan, anak perempuan mereka satu-satunya, yang mereka berpikir.. bahwa aku
sangatlah masih polos, karena dulunya aku seorang anak perempuan yang tinggal
didaerah, disebuah desa. Aku mengerti…
Dan sekarang aku tumbuh menjadi perempuan yang
benar-benar seorang anak perempuan, pendiam kata sebagian besar teman-temanku,
tidak seperti dulu yang pecicilan(istilahnya).
Tapi tetap saja aku ingin melanjutkan misiku.. yaitu
berpetualan. Aku sudah memutuskan, petualanganku ini tentunya bukan ke ladang,
sawah, hutan, atau sungai, tapi petualanganku itu lebih bermanfat
tentunya.. yaitu mengunjungi
museum-museum, mesjid-mesjid bersejarah, dan perpustakaan-perpustakaan di DKI
Jakarta ini, semoga terrealisasikan, aamiin…
Aku harus mendewasakan diri setiap harinya, sekarang
bukan saatnya menuruti insting seorang petualang, tapi.. segala sesuatunya
harus dipikirkan matang-matang, petualangan kali ini haruslah yang bermanfaat
dan baik untukku, dan tentunya menambah pengalaman berharga dan ilmu yang
bermanfaat. Ilmu bermanfaat yang kelak akan ku bawa hingga ke akhirat, aamiin
Ya Rabb ^_^