Pada hari pengajuan surat pindah sekolah, itu adalah
hari libur... Tentu saja teman-temanku tidak ada(dirumah mereka
masing-masing), aku ingin sekali berpamitan, hmm...
Tapi, paman aku sangat sibuk dan keberangkatanku ke
Jakarta pun memang harus dipercepat, untuk mengurus kelanjutan prosedur
perpindahan sekolahku. Semua prosedur perpindahan sekolahku dari Bandung ke
Jakarta dijalankan oleh pamanku(suami dari adik Babahku), sebagai waliku.
Selanjutnya(di Jakarta), giliran Babahku lah yang
berjuang untuk mendapatkan sekolah baruku di Jakarta... Jakarta yang penuh
persaingan katanya, dan memang benar sekolah dikawasan Jakarta Pusat yang dekat
dengan tempat tinggal keluargaku itu.. tidak mudah untuk mendapatkan sekolah
Negeri(karena hal ini itu sulitnya).
Pertama kali saya daftar kesekolah yang paling dekat dengan tempat tinggal yaitu SMP Negeri 280 Jakarta, akan tetapi berkendala di biaya administrasi untuk siswa pindahan-_-"
Setelah itu mendapatkan rekomendasi dari teman Babah
untuk mendaftar ke SMP Negeri 18 Jakarta... disekolah ini tidak memungut biaya
sepeserpun *kok bisa beda ya?-_-"* Tapi... ada kendala juga yang muncul,
bahwa disekolah ini sudah banyak siswa pindahan yang mengajukan
pendaftaran(ketinggalan start*persaingan itu disini*), dan aku disarankan agar
mendaftar kesekolah lain jika tidak ingin lama menunggu, jika ada yang
membatalkan pindah barulah surat pendaftaran siswa pindahan bisa
diajukan(ternyata rumit juga-_-").
Pernyataan itu terbukti
dengan adanya seorang anak laki-laki yang tidak aku kenal, dia bukan teman
kelasku. Dan saat itu memang aku belum mengenal siapa-siapa pada minggu pertama sekolah di SMP Negeri 8
Jakarta ini, semuanya terasa asing di mataku.
Kejadian itu terjadi ketika pulang sekolah, ketika aku berada dilorong lantai dua sekolahku, suasana disana ramai dengan siswa lainnya yang baru saja keluar kelas, dalam suasana ramai itu anak laki-laki tadi menarik hijab (jilbab) aku dan hendak melepasnya, saat itu juga cepat-cepat saja aku mempertahankan hijabku agar tidak lepas, dan dengan cepat pula melihat siapa yang melakukan hal itu, tapi dia segera kabur dan bersembunyi di salah satu ruang kelas. Sebal sekali aku padanya, sementara siswa lainnya yang berada dibelakangku ketakutan dengan tatapan sinisku, mungkin mereka takut aku mengira bahwa mereka pelakunya, dan mereka segera memberitahukan bahwa si anak laki-laki tadilah yang melakukannya, dan dia bersembunyi di ruang kelas VIII-2. Tanpa mereka beritahu pun aku sudah mengetahuinya, ingin sekali rasanya cepat-cepat memarahi anak laki-laki nakal tadi. Tapi, dari tadi aku sudah menahan diri untuk menangis. Ingin sekali aku menangis ditempat itu seketika, tapi aku malu karena banyak siswa yang berlalu lalang. Baru beberapa hari sekolah, tapi sudah membuat kesal saja salah satu orang didalamnya, pikirku.
Padahal teman-teman kelasnya mengetahui bahwa ia pelakunya dan mengatakan bahwa “Oh iya, iya tuh elo kan yang kemarin narik kerudungnya”, tapi anak laki-laki itu hanya menjawab “Bukan gue, orang lain kali”. Hmm.. tambah menyebalkan sekali anak laki-laki ini. Tapi, dari gelagatnya pun sudah ketahuan kalau dia malu terhadapku dan mungkin juga merasa bersalah. Tapi tetap saja, dia tidak minta maaf. Yasudahlah pikirku, aku sudah menyampaikan maksudku dan memberitahukan kepadanya agar tidak mengulangi kenakalannya itu.
Tapi aku tidak menyukainya, karena sekarang aku sedang menyukai kakak kelas yang pandai main basket, baik hati, dan tampan itu. “Siapa? Hah.. Akasya maksudmu?” Tanya salah satu temanku. “Iya” jawabku. “Wah gak beres nih anak” kata salah satu temanku. “Loh, kenapa?” kataku. “Kak Akasya kan playboy, you know?” kata salah satu temanku lagi. “Apa? Hmm, biarlah.. tapi sayang sekali kalau begitu. Lagi pula aku hanya menyukainya. Memang kalian kira ini apa? Apa mungkin kalian kira aku ingin menjadi pacarnya? Tidaklah, aku kan tidak ingin berpacaran dulu saat ini. Aku akan mempunyai seorang pacar ketika usiaku sudah menginjak 17 tahun. Kalian ini ada-ada saja, pelajaran Aljabar saja sudah membuatku pusing, apalagi ditambah dengan pacaran yang katanya makan hati.” Ucapku. “Iya juga ya” ucap teman-temanku.
Usiaku menginjak angka 14 saat itu…
Aku senang sekali termasuk kedalam anggota ROHIS
sekolahku ini, meskipun aku baru bergabung dan aktif ketika di akhir kelas VIII,
dan belum mengerti ataupun sekedar tahu ROHIS itu apa.. disini adalah awal aku
mengenal ROHIS (Rohani Islam), karena disekolahku dulu(di Bandung) tidak ada
ekstrakulikuler ROHIS, dikarenakan siswa sekolahku dulu 100% beragama Islam,
jadi.. kegiatan keagamaan itu intensip dan wajib untuk seluruh siswa.
Aku.. seperti menjadi aku yang baru ini, mungkin
karena faktor tempat salah satunya.. di Jakarta ini semua suasana dan tempatnya
tentu saja baru buatku, tapi itu semua malah membuatku ingin menyusuri semua
yang baru itu, aku ingin sekali keliling Jakarta, tak apa meskipun seorang
diri…